Dalam dunia yang semakin terfragmentasi oleh dinamika geopolitik, Asia Tenggara berada di dalam zona abu-abu. Ketika hubungan internasional semakin didorong oleh kepentingan nasional yang sempit dan diplomasi sepihak, negara-negara ASEAN dihadapkan pada pertanyaan yang mendesak: sampai kapan kita bisa bergantung pada stabilitas global yang kian rapuh dari hari ke hari?
Kebijakan tarif agresif yang kembali diperketat oleh Presiden Donald Trump setelah tahun 2025 bukan sekadar manuver dagang. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, kebijakan ini menjadi pukulan langsung terhadap sektor ekspor strategis seperti tekstil, elektronik, dan industri kelapa sawit yang menopang jutaan tenaga kerja.
Dan ini bukan hanya soal tarif. Ketergantungan kita yang tinggi terhadap bahan baku industri dari Tiongkok membuat keadaan semakin kompleks. Ketika Tiongkok membatasi ekspor ke AS, efek riaknya terasa hingga ke pabrik-pabrik di wilayah kita sendiri. Rantai pasok global terguncang, dan Asia Tenggara pun ikut merasakan dampaknya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kerja sama ekonomi global tidak lagi murni soal perdagangan. Di balik bahasa “kemitraan,” kekuatan-kekuatan besar sedang menggunakan ketergantungan ekonomi sebagai senjata, menjadikan konektivitas lintas batas sebagai alat tekanan politik. Inilah yang dikenal sebagai weaponized interdependence, strategi di mana keterhubungan itu sendiri menjadi sarana kontrol dan pengaruh.
Lalu, di mana posisi ASEAN dalam semua ini? Akankah kita terus terbawa arus yang tidak kita kendalikan?
Perdagangan intra-ASEAN, pertukaran ekonomi antarnegara Asia Tenggara—perlu menjadi tulang punggung kawasan. Bukan sekadar ide bagus, tapi sebuah kebutuhan strategis dalam dunia pasca-globalisasi.
Sayangnya, integrasi ekonomi di ASEAN masih belum cukup kuat. Perdagangan intra-kawasan masih stagnan, berada di kisaran 21–24% dari total ekspor ASEAN. Konektivitas belum merata, regulasi seringkali bertabrakan, dan dunia usaha masih menghadapi hambatan non-tarif yang memperlambat pergerakan lintas batas.
Jika ASEAN tidak segera memperkuat arsitektur ekonomi internalnya, potensi kita sebagai kekuatan kawasan akan terus tertahan oleh guncangan eksternal dan tekanan geopolitik.
Makalah di bawah ini mengeksplorasi secara mendalam bagaimana integrasi kawasan bisa menjadi kunci untuk menghadapi masa depan yang semakin tidak pasti.
Untuk menyelami lebih jauh strategi perdagangan kawasan dan jalan ASEAN menuju kemandirian ekonomi, baca artikel lengkapnya di bawah ini. 👇